Home/Blog / Rendahnya Partisipasi Pendidikan Tinggi di Indonesia: Kenapa Masih Banyak yang Gak Mau Kuliah?
Gambar siswa bingung Pilih Kuliah atau kerja

Share Artikel:

Rendahnya Partisipasi Pendidikan Tinggi di Indonesia: Kenapa Masih Banyak yang Gak Mau Kuliah?

Pendidikan tinggi sering kali dianggap sebagai gerbang menuju masa depan yang lebih cerah. Tapi sayangnya, di Indonesia, angka partisipasi pendidikan tinggi masih tergolong rendah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi pada 2023 hanya mencapai 31,39%. Itu artinya, dari seluruh anak muda usia 19-23 tahun, hanya sekitar sepertiganya yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Padahal, akses ke universitas semakin luas dan pemerintah terus mengupayakan program beasiswa. Jadi, kenapa masih banyak yang enggan untuk kuliah?

1. Biaya Kuliah Masih Terlalu Mahal

Salah satu alasan utama yang sering muncul adalah masalah biaya. Walaupun ada program beasiswa seperti KIP Kuliah dan beasiswa dari pemerintah daerah, biaya kuliah di Indonesia masih dirasa mahal, terutama bagi keluarga berpenghasilan menengah ke bawah. Selain biaya kuliah itu sendiri, biaya hidup di kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya juga cukup tinggi, apalagi jika harus pindah dari kota asal.

Keluarga Pusing Mikirin Biaya Kuliah Anaknya

Menurut BPS, 40% dari pengeluaran keluarga di Indonesia digunakan untuk biaya pendidikan. Hal ini tentunya menambah beban finansial, terutama bagi keluarga yang sudah harus memikirkan kebutuhan lain seperti makan, tempat tinggal, dan kesehatan. Karena itu, banyak anak muda memilih langsung bekerja daripada membebani keluarga dengan biaya kuliah yang tinggi.

2. Keterbatasan Akses Pendidikan Tinggi di Daerah

Indonesia adalah negara kepulauan yang besar, dan tidak semua daerah memiliki universitas yang mudah dijangkau. Kebanyakan perguruan tinggi terkemuka berada di pulau Jawa, terutama di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta. Bagi siswa-siswi yang tinggal di daerah terpencil, kuliah berarti harus pindah ke kota besar, yang tentunya membutuhkan biaya lebih banyak.

BPS melaporkan bahwa hanya sekitar 60% wilayah Indonesia memiliki akses mudah ke lembaga pendidikan tinggi, sisanya harus menempuh jarak yang cukup jauh atau bahkan pindah kota. Akses internet yang terbatas di beberapa daerah juga menghambat peluang untuk belajar secara online, yang sebenarnya bisa menjadi alternatif.

3. Langsung Kerja Lebih Menarik?

Pilihan karir juga menjadi salah satu faktor penting. Di era digital seperti sekarang, banyak anak muda melihat bahwa kuliah bukan satu-satunya jalan menuju sukses. Industri kreatif dan teknologi memberikan peluang bagi mereka untuk langsung bekerja atau membuka usaha tanpa harus memiliki gelar sarjana. Apalagi, banyak platform online seperti YouTube dan Instagram yang bisa menjadi lahan untuk mendapatkan penghasilan, bahkan sebelum lulus SMA.

Menurut data BPS, tingkat pengangguran lulusan universitas pada 2023 mencapai 6,51%, sedikit lebih tinggi dibandingkan lulusan SMA yang berada di angka 5,83%. Angka ini memperlihatkan bahwa lulusan perguruan tinggi pun belum tentu langsung mendapatkan pekerjaan, sehingga banyak yang merasa lebih baik bekerja dulu atau mencari peluang lain daripada melanjutkan pendidikan tinggi.

4. Kualitas Pendidikan Tinggi yang Belum Merata

Kualitas pendidikan tinggi di Indonesia juga belum merata. Meskipun ada universitas-universitas yang sudah diakui dunia, seperti Universitas Indonesia atau Institut Teknologi Bandung, masih banyak perguruan tinggi lain yang kualitasnya belum optimal. Beberapa kampus bahkan belum memiliki fasilitas yang memadai atau tenaga pengajar yang berkualitas.

Selain itu, kurikulum di beberapa perguruan tinggi juga dianggap kurang relevan dengan kebutuhan industri, sehingga lulusan kadang merasa sulit bersaing di pasar kerja. Masalah ini membuat beberapa orang mempertanyakan manfaat dari menghabiskan 4-5 tahun di bangku kuliah jika hasil akhirnya tidak sebanding dengan ekspektasi.

5. Budaya dan Persepsi Masyarakat

Faktor budaya juga memengaruhi rendahnya partisipasi pendidikan tinggi. Di beberapa daerah, pendidikan tinggi masih dianggap kurang penting, terutama bagi perempuan. Ada anggapan bahwa setelah lulus SMA, anak perempuan sebaiknya segera menikah daripada melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Selain itu, ada juga persepsi bahwa pendidikan vokasi atau kejuruan lebih praktis dan bisa langsung diterapkan di dunia kerja. Hal ini mendorong beberapa anak muda memilih untuk masuk ke SMK atau mengikuti kursus keterampilan daripada melanjutkan ke universitas.

6. Pandemi COVID-19: Dampak yang Berkepanjangan

Pandemi COVID-19 juga memberikan dampak yang besar terhadap dunia pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Banyak keluarga yang ekonominya terdampak oleh pandemi sehingga tidak mampu membiayai kuliah anak-anak mereka. Selain itu, transisi ke pembelajaran online juga tidak berjalan mulus di banyak tempat, terutama di daerah dengan infrastruktur internet yang kurang memadai.

Pandemi ini juga menimbulkan ketidakpastian ekonomi, yang membuat banyak orang ragu untuk berinvestasi di pendidikan tinggi. Mereka lebih memilih untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri daripada melanjutkan pendidikan.

7. Solusi: Apa yang Bisa Dilakukan?

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan antara lain:

  • Memperluas program beasiswa, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu dan daerah terpencil.
  • Meningkatkan akses internet dan infrastruktur pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, sehingga kuliah online bisa menjadi alternatif yang efektif.
  • Meningkatkan relevansi kurikulum dengan kebutuhan industri, sehingga lulusan lebih siap kerja.
  • Memberikan dukungan bagi pendidikan vokasi, namun tetap mendorong pendidikan tinggi sebagai pilihan yang relevan untuk masa depan.

Pendidikan tinggi mungkin bukan jalan satu-satunya menuju sukses, tapi tetap penting untuk membuka peluang dan mengembangkan potensi diri. Buat kamu yang masih galau, ingat bahwa setiap pilihan memiliki tantangannya masing-masing. Pastikan untuk mempertimbangkan semua faktor sebelum mengambil keputusan, ya!

Generic selectors
Exact matches only
Search in title
Search in content
Post Type Selectors
post
scholarships

Grid 1

Grid 1